AL-QUR’AN
AL-QUR’AN
A. Makna
al-Qur’an
secara
istilah adalah
كَلاَمُ
اللهِ تَعَالَى الْمُنَزَّلُ عَلَى رَسُوْلِهِ وَخَاتَمِ أَنْبِيَائِهِ مُحَمَّدٍ الْمَبْدُوْءُ بِسُوْرَةِ
الْفَاتِحَةِ الْمَخْتُوْمُ بِسُوْرَةِ النَّاسِ
“Kalamullah
(firman Alloh) yang diturunkan kepada Rosul-Nya, penutup para nabi, yaitu
Muhammad , yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat an-Nas.”
B. Fungsi
al-Qu’ran
1. Sebagai
al-Huda (Petunjuk) bagi kehidupan manusia, baik untuk perkara dunia maupun
akhirat. [Lihat: QS. Al-Baqarah: 2, Al-Baqarah: 185]
2. Sebagai
al-Furqon (Pembeda) antara yang hak dan bathil, pembeda antara yang halal dan
haram dan pembeda antara siapa yang memperoleh kebahagiaan dan siapa yang
memperoleh kesengsaraan.. [Lihat: QS. al-Furqon: 1]
3. Sebagai
asy-Syifa (Obat) untuk berbagai penyakit yang ada dalam hati-hati manusia
seperti; syirik, sombong, congkak, ragu dan sebagainya.. [Lihat: QS. Yunus: 57]
4. Sebagai
al-Bayan (Penjelasan) kepada segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia untuk
mengetahui tentang apa yang baik dan buruk bagi mereka.. [Lihat: QS. an-Nahl:
89]
5. Sebagai
al-Mau’izhah (Nasihat) yang akan membawa mereka kembali kepada tujuan penciptaan
yang sebenarnya. [Lihat: QS. Ali Imron: 138]
6. Sebagai
Adz-Dzikr (Pemberi Peringatan) yang mencakup segala perkara yang dijadikan
sebagai objek peringatan bagi manusia. Misalnya perkara yang halal dan haram,
perkara perintah dan larangan, perkara balasan dan siksa, kisah-kisah yang
dapat diambil pelajaran, aqidah, dan kabar-kabar yang benar.. [QS. al-Hijr
(15): 9]
7. Sebagai
al-Busyra (Berita Gembira) yang menjelaskan akhir yang baik dan balasan yang
menggembirakan bagi orang yang patuh pada jalan al-Qur’an. [QS. an-Nahl (16):
89]
8. Sebagai
Minhajul Hayah (Pedoman Hidup) kepada hubungan manusia dengan Robbnya, hubungan
dengan dirinya, hubungan dengan keluarganya, masyarakat, kaum muslimin maupun
orang kafir.. [QS. al-Jatsiyah (45): 20]
C. Metodologi
Memahami al-Qur’an
1. Al-Qur’an
ditafsirkan dengan al-Qur’an, karena Alloh adalah Dzat yang
menurunkan al-Qur’an, maka Dia-lah yang paling mengetahui maksud yang
terkandung di dalamnya.
2. Al-Qur’an
ditafsirkan dengan as-Sunnah, karena Rosululloh adalah
penyampai risalah dari Alloh, maka Beliau merupakan orang yang paling
mengetahui tentang maksud-maksud yang terkandung dalam firman-Nya tersebut.
3. Al-Qur’an
ditafsirkan dengan perkataan para sahabat, karena Alloh menurunkan
al-Qur’an dengan menggunakan bahasa mereka dan pada zaman mereka, juga karena
mereka adalah generasi –setelah para Nabi– yang paling jujur dalam meniti
al-haqq (kebenaran), paling selamat dari hawa nafsu dan paling bersih dari
penyimpangan.
4. Al-Qur’an
ditafsirkan dengan ucapan para tabi’in, terutama para tabi’in yang mempelajari
tafsir dari para sahabat. Karena mereka (para tabi’in) adalah sebaik-baik
generasi setelah para sahabat dan yang paling selamat dari hawa nafsu
dibandingkan dengan generasi sesudahnya.
5. Al-Qur’an
ditafsirkan berdasarkan makna kata yang sesuai dengan susunan kalimatnya, baik
makna syar’i maupun makna lughawiy (bahasa)nya.
Agar kita
memahami al-Qur’an dengan pemahaman benar ada prinsip dasar yang harus
diperhatikan; bahwasanya haram untuk menafsirkan al-Qur’an dengan hanya
berpedoman kepada pendapat akal semata.
“Barangsiapa
yang mengatakan sesuatu tentang (kandungan) al-Qur’an dengan pendapatnya
sendiri, maka hendaklah ia bersiap-siap menduduki tempat duduknya dalam
neraka.” (HR. Tirmidzi)
D. Penjagaan
Al-Qur’an
Alloh telah
memelihara al-Qur’an yang mulia dari segala bentuk perubahan, penambahan,
pengurangan maupun penggantian, dan Alloh subhanahu wata’ala senantiasa
menjamin keasliannya:
“Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” [QS. al-Hijr (15): 9]
Oleh
karena itu, walaupun telah berabad-abad lamanya semenjak al-Qur’an diturunkan,
maka tidak ada seorangpun dari musuh-musuh Alloh subhanahu wata’ala yang telah
berusaha keras untuk merubah, menambah, mengurangi, ataupun menggantinya, yang
berhasil. Karena Alloh subhanahu wata’ala pasti akan membuka kedok dan
menyingkap usaha jahatnya tersebut.
1. Penjagaan
al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
a. Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan al-Qur’an kepada Malaikat
Jibril setiap malam bulan Ramadhan.
b. Penulisan
wahyu sebagaimana yang dilakukan oleh Zaid bin Sabit.
c. Pembatasan
penulisan pada al-Qur’an. Peristiwa ini terjadi pada permulaan turunnya wahyu
sebab khawatir akan tercampur dengan hadits.
d. Adanya
motivasi tentang belajar dan mengajarkan al-Qur’an dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam.
2. Penjagaan
al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar. Berupa penghimpunan al-Qur’an di satu mushaf
dengan disepakati oleh para sahabat, sehingga tidak ada suatu ayat pun yang
hilang. dikarenakan terbunuhnya sebagian besar para penghafal al-Qur’an dalam
perang al-Yamamah.
3. Penjagaan
al-Qur’an Pada Masa Utsman bin Affan. Terjadi kesepakatan kembali di kalangan
para Sohabat untuk menggunakan mushaf induk (mushaf Utsmani) untuk seluruh kaum
Muslimin, karena banyak terjadi perselisihan yang disebabkan oleh berbedanya
bacaan yang dibaca oleh kaum Muslimin.
Hikmah
dari pengkodifikasian al-Qur’an yang membawa kepada kemashlahatan yang besar
bagi umat Islam adalah mempersatukan umat, menyatukan persepsi, mempererat
ukhuwwah dan kasih sayang di antara mereka. Serta untuk menolak mafsadah
(kerusakan) yang lebih besar, yaitu perpecahan umat, perbedaan persepsi dan
pendapat, serta munculnya kebencian dan permusuhan.
Post a Comment