HAKIKAT IKHLAS
HAKIKAT IKHLAS
Ikhlas
adalah mengerjakan sesuatu semata-mata untuk Alloh bukan untuk memperoleh
duniawi seperti harta, jabatan, popularitas yang membanggakan diri.
Sesungguhnya pondasi terbesar dan terpenting dalam agama Islam adalah
mewujudkan keikhlasan kepada Alloh dalam melaksanakan berbagai aktivitas
peribadatan kepada-Nya serta menjauhkan diri dan berhati-hati dari lawan dan
musuh keikhlasan tersebut, seperti riya’, sum’ah, ‘ujub dan lainnya.
Rosululloh
Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda:
إِنَّ
اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya
Alloh tidak memandang kepada rupa-rupa kalian, harta kalian akan tetapi Dia
memandang kepada hati dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim)
Ikhlas
adalah syarat diterimanya amal ibadah yang dikerjakan sesuai dengan tuntunan
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam. Tanpa ikhlas peribadatan hanya bagaikan
debu yang berterbangan. Sudah sepatutnya bagi seorang Muslim untuk
memperhatikan keikhlasan dalam beramal. Janganlah ia melelahkan dirinya dengan
memperbanyak amal, namun tiada guna dan arti. Sebab, boleh jadi seseorang
memperbanyak amal ketaatan namun hanya akan memperoleh kelelahan di dunia dan
adzab di akhirat.
Rosululloh
Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ
تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، لاَ
يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا
“Barangsiapa
yang mencari suatu ilmu yang seharusnya hanya untuk mengharapkan wajah Alloh
semata, tetapi ia mempelajarinya untuk mencari perhiasaan dunia, maka ia tidak
akan mendapatkan wanginya surga pada hari Kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud)
Ikhlas
merupakan benteng kokoh dari godaan setan. Alloh Ta’ala telah menjelaskan
kepada manusia beberapa tindakan preventif (penegakan) dan kuratif
(penyembuhan) agar mereka tidak terperangkap oleh bujukan setan. Salah satunya
adalah dengan ikhlash dalam beramal.
Ikhlas
bukan hanya sebagai amalan hati yang mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Alloh dan
paling utama, juga sebagai benteng seorang Mukmin dari bujuk rayu setan dan
dari fitnah orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Setan tidak akan mampu
membobol benteng seorang Mukmin yang beribadah dengan ikhlas. Alloh Ta’ala
berfirman: “Iblis menjawab: ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka
semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlish di antara mereka.” (QS. Shad
[38]: 83)
Para
salafush shaleh sangat memperhatikan niat ikhlas mereka dan saling memberikan
wasiat antara satu dan lainnya untuk senantiasa mengikhlaskan niat dalam setiap
amal yang mereka lakukan. Umar bin al-Khaththab pernah menulis surat kepada Abu
Musa al-Asy’ari yang isinya antara lain: “Barangsiapa yang niatnya ikhlas
karena Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan dirinya dari apa-apa yang menjadi
milik orang lain.”
Sudah
masyhur bahwa para salafush shaleh selalu memulai kitab-kitabnya dengan hadits,
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niatnya”. Hal ini sebagai bentuk
pengingatan kepada para pembaca kitab, khususnya untuk mengikhlashkan niat. Imam
Abdur Rahman bin Mahdi berkata: “Barangsiapa yang ingin mengarang suatu kitab,
maka hendaknya ia memulai tulisannya dengan hadits ini!”
Alloh
akan membalas dengan pahala besar bagi orang-orang yang ikhlas, meskipun amal
tersebut secara nampaknya merupakan hal yang sepele dan ringan nilainya di
hadapan orang lain. Cobalah Anda perhatikan kisah dalam hadits bithoqah (kartu
yang padanya tertulis kalimat tauhid). Pemilik bithoqah itu adalah pelaku dosa
besar, namun Alloh mengampuni dosa-dosanya dan memasukkannya ke dalam surga
disebabkan keikhlashannya dalam berucap dan beramal dengan kalimat tauhid. Kita
pun diingatkan dengan hadits mengenai seorang wanita pezina yang memberi minum
seekor anjing, lalu Alloh mengampuni dosa-dosanya. Kenapa demikian? Jawabnya,
karena keimanan dan keikhlashan wanita yang memberi minum sesekor anjing yang
menghunjam dalam hatinya. Sehingga ia rela mengambil air untuk anjing yang
kehausan.
Amal
shaleh yang tanpa diiringi keikhlasan dan kejujuran kepada Alloh, maka amal
tersebut tak bernilai dan tak ada balasan kebaikan sedikitpun bagi pelakunya.
Bahkan pelakunya terancam dengan siksa yang amat pedih, meskipun ketaatan
tersebut termasuk amal-amal yang agung, seperti berperang di medan jihad
melawan orang-orang kafir, menuntut ilmu syar’i dan mengajarkannya serta
menginfakkan harta di jalan Alloh.
Rosululloh
Sholallohu ‘alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling pertama
kali dihisab pada hari Kiamat adalah seseorang yang gugur di medan perang, lalu
ia didatangkan untuk dihisab, kemudian diperlihatkan kepadanya balasan-balasan
baginya, hingga ia pun mengetahuinya. Lalu Alloh bertanya kepadanya: ‘Apa yang
telah engkau lakukan?’ Ia menjawab: ‘Aku berperang karena-Mu, hingga aku pun
gugur di medan perang.’ Alloh menjawab: ‘Engkau dusta, akan tetapi engkau
berperang agar dikatakan, ‘Ia seorang pemberani dan telah disebutkan pujian
itu.” Kemudian diperintahkan agar orang itu ditarik mukanya, lalu dilemparkan
ke dalam Neraka. Selanjutnya adalah seseorang yang mempelajari ilmu, lalu
mengajarkannya kembali, di samping itu ia pun membaca al-Qur’an, kemudian
diperlihatkan kepadanya balasan-balasan baginya, sehingga ia pun mengetahuinya.
Lalu Alloh bertanya kepadanya: ‘Apa yang telah engkau lakukan?’ Ia menjawab:
‘Aku memperlajari ilmu, kemudian mengajarkannya kembali, dan aku pun membaca
al-Qur’an karena-Mu.’ Alloh mejawab: ‘Engkau dusta, akan tetapi engkau
mempelajari ilmu agar dikatakan: ‘Ia seorang yang ‘alim (berilmu pengetahuan).”
Dan engkau pun membaca al-Qur’an agar dikatakan: ‘Ia adalah seorang qori
(pembaca al-Qur’an yang mahir), dan telah disebutkan pujian itu.’ Kemudian
diperintahkan agar orang itu ditarik mukanya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Dan yang terakhir adalah seseorang yang diluaskan dan dianugerahkan oleh Alloh
berbagai macam harta, diperlihatkan kepadanya balasan-balasan baginya, sehingga
ia pun mengetahuinya. Lalu Alloh bertanya kepadanya: ‘Apa yang telah engkau
lakukan?’ Ia menjawab: ‘Tidaklah aku lewatkan setiap jalan yang Engkau sukai
untuk berinfak padanya, melainkan aku berinfak padanya karena-Mu.’ Alloh
menjawab: ‘Engkau dusta, akan tetapi engkau melakukannya agar dikatakan: ‘Ia
seorang yang dermawan, dan telah disebutkan pujian itu.” Kemudian diperintahkan
agar orang itu ditarik mukanya, lalu dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR. Muslim)
Berdoa
adalah media paling efektif meraih ikhlas dan menghancurkan noda-noda ikhlas. Sungguh
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam telah mengajarkan kepada umatnya sebuah
doa untuk menggapai keikhlasan dan melenyapkan kesyirikan, yaitu:
اَللّهُمَّ
إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ
لِمَا لاَ أَعْلَمُ
“Ya
Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik kepada-Mu
sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa
yang aku tidak mengetahuinya.” (HR. Abu Ya’la)
Post a Comment