HIDAYAH MENUJU SIROTULMUSTAQIM
HIDAYAH MENUJU SIROTULMUSTAQIM
A. Arti
“Hidayah”
Dalam ayat-ayat al-Qur’an, hidayah mempunyai
dua arti atau dua sisi dari satu arti. Yaitu:
1. Hidayah dalam arti
“ilmu”
Pada hakikatnya substansi
kata-kata hidayah adalah “ilmu”. Yaitu ilmu yang benar yang menuntun se-seorang menuju sirotulmustaqim dan memandunya untuk meniti jalan tersebut. Ilmu ini berasal dari Alloh subhanahu
wata’ala dan diberikan kepada hamba-hamba-Nya melalui para rosul-Nya. Kemudian
disebarkan kepada seluruh umat manusia oleh para pewaris kenabian, yaitu para ’ulama, bahkan siapa saja yang memiliki bagian dari ilmu yang dibawa oleh para nabi, mampu “memberikan” hidayah ini, sebatas ilmu yang mereka
miliki.
Jadi hidayah dalam
arti ilmu bisa dituntut dari para rosul, para
’ulama dan siapa saja yang memilikinya. Ilmu yang dimaksud adalah ”ilmu
tentang apa-apa yang harus kita percayai dan kita amalkan, serta apa-apa yang harus kita ingkari dan
kita tinggalkan untuk mendapat keridoan Alloh subhanahu wata’ala”. Hidayah seperti ini dinamakan pula hidayah
dilalah. Tetapi pemberian hidayah ini oleh mereka yang memilikinya hanya sampai pada tahap “penyampaian” saja.
“Sesungguhnya kamu benar-benar
memberi petunjuk (hidayah) kepada sirotulmustaqim (jalan yang lurus).” [QS. asy-Syuro (42): 52]
Hidayah yang dimaksud dalam ayat tersebut di atas adalah hidayah dilalah.
2. Sisi atau arti lain dari “hidayah”
dinamakan “taufîq”.
Hidayah ini disebut juga dengan
nama hidayah taufiq.
Hidayah taufiq adalah
tuntunan Alloh subhanahu wata’ala atas hati kita dan pertolongan-Nya yang menjadikan kita menginginkan, mengetahui dan akhirnya
mampu meniti sirotulmustaqim.
Tanpa hidayah ini, maka hidayatul ‘ilmi atau hidayah
dilalah, tidak ada gunanya sama sekali. “Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi
petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk.” [QS. al-Qoshosh
(28): 56] Yang dimaksud hidayah dalam
ayat di atas adalah hidayah taufiq yang hanya Alloh subhanahu wata’ala sajalah yang
bisa memberikannya.
“Hidayah ini dimulai dari berimannya
seseorang”, kemudian mencakup:
a. Kemauan dan kemampuan untuk belajar ilmu yang benar.
b. Mendapatkan guru atau sumber untuk belajar ilmu
yang benar.
c. Mempelajari
ilmu tersebut.
d. Memahami apa yang
dipelajari.
e. Menerima apa yang
telah dipahami.
f. Menerapkan
dan mengamalkan apa-apa yang diterima.
g. Keikhlasan untuk meniti semua hal tersebut di atas.
h. Ittiba’ (pengikutan) kepada Rosululloh Shallallahu’alaihi wa sallam dalam pemahaman dan pengamalan.
Dikarenakan ajaran-ajaran Islam terlalu luas dan
trik-trik atau tipu daya penyesatan dari setan pun terlalu banyak, maka jika kita menghendaki agar kita selalu berada
dalam keislaman dan tetap dapat mem-pertahankan prestasi-prestasi keislaman (kebaikan atau amal
perbuatan taat) yang sudah kita miliki, juga
bila kita ingin selamat dari trik-trik penyesatan
tersebut di setiap waktu, maka kita
pun membutuhkan hidayah dengan kedua sisi dan seluruh cakupannya seumur hidup kita, di
setiap waktu pula. Dengan demikian
jelaslah mengapa kita harus selalu memohon dan berusaha untuk mendapatkan hidayah menuju sirotulmustaqim secara
terus menerus.
B. Cara Mendapatkan Hidayah Menuju Sirotulmustaqim
1. Memohon kedua sisi hidayah tersebut dari yang memilikinya secara
mutlak
Kita harus terus menerus memohon hidayah kepada Alloh subhanahu wata’ala, baik dalam solat maupun di luar solat, karena hanya Dia-lah yang sanggup memberikannya kepada kita dalam bentuk yang sempurna
dan berguna. [Lihat: QS. al-Baqoroh
(2): 213]
Dalam hadits qudsi, Alloh subhanahu wata’ala berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang
yang telah Aku beri hidayah (petunjuk), maka hendaklah kalian meminta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya.” (HR.
Muslim)
2. Belajar dan beramal
Setiap orang yang bermujahadah (bersungguh-sungguh) diri
untuk mempelajari ilmu yang diberikan
Alloh subhanahu wata’ala kepada
para rosul-Nya dengan ikhlas dan
mengamalkan apa-apa yang dipelajarinya,
maka akan dibukakan untuknya pintu-pintu
ilmu yang belum di-ketahuinya. Ketika
mengamalkan ilmu baru terse-but, maka
diberikan lagi baginya ilmu-ilmu yang belum pernah diketahuinya, demikian seterusnya.
“Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridoan)
Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami...” [QS.
al-‘Ankabut (29): 69]
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yaitu orang-orang yang mengamalkan apa-apa yang diketahuinya, maka Alloh akan menunjuki mereka ilmu-ilmu yang belum mereka ketahui.”
3. Bertakwa kepada
Alloh subhanahu wata’ala
Selama seorang muslim memegang teguh perintah Alloh subhanahu wata’ala dan
mentaati-Nya serta menjauhi dan menghindari larangan-Nya, selama itu pula Alloh subhanahu wata’ala akan memberi hidayah kepada hatinya, dan menganugerahinya cahaya yang akan meneranginya saat ia berjalan dalam kegelapan.
“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rosul), bertakwalah kepada Alloh dan
ber-imanlah kepada Rosul-Nya, niscaya
Alloh memberikan rahmat-Nya
kepada kalian dua bagian, dan menjadikan untuk kalian cahaya yang
dengan cahaya itu kalian dapat berjalan dan Dia mengampuni
kalian...” [QS. al-Hadid (57): 28]
“Hai orang-orang beriman, jika kalian bertakwa kepada
Alloh, niscaya Dia akan memberikan kepada
kalian furqon dan menghapuskan segala
kesalahan-kesalahan kalian dan mengampuni (dosa-dosa) kalian. Dan Alloh mempunyai karunia
yang besar.” [QS. al-Anfal (8): 29]
Catatan:
Furqon adalah kemampuan untuk
mengenal dan membedakan antara kebenaran
dan kebatilan, dan ini adalah inti dari hidayah.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Furqon adalah pembeda antara
kebenaran dan kebatilan.”
As-Sa’di rahimahullah berkata: “Furqon adalah ilmu dan hidayah
yang dengan keduanya pemiliknya
dapat membedakan antara hidayah dan kesesatan, kebenaran dan kebatilan, yang halal dan haram, serta antara peniti jalan kebahagiaan dengan jalan kesengsaraan.”
Post a Comment